MERANTI | IP.net — Pengadilan Agama Negeri Selatpanjang mengungkapkan angka kasus perceraian di Kabupaten Kepulauan Meranti pada 2022 termasuk tinggi. Dalam kurun Januari hingga November, tercatat sebanyak 277 perkara. Dari jumlah tersebut, 237 merupakan kasus gugatan cerai.
Dari 237 perkara tersebut, sebanyak 43 perkara memilih jalur penyelesaian dengan cara mediasi. Sebanyak 21 perkara berhasil dimediasi, sedangkan 22 perkara lainnya upaya mediasi gagal.
Panitera PA Negeri Selatpanjang, Nur Qhomariah, mengatakan mayoritas gugatan perceraian dilayangkan oleh pihak istri. Hanya 40 kasus di mana terjadi perceraian karena talak.
Alasan istri menuntut cerai beragam, mulai dari masalah ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), hingga perselisihan dan pertengkaran.
“Pihak istri yang banyak mengajukan gugatan perceraian dengan berbagai alasan,” kata Nur, saat dikonfirmasi pada Jum’at (16/12/2022).
Menurut data PA Negeri Selatpanjang, penyebab utama tingginya angka perceraian di Meranti adalah faktor ekonomi. Dari total keseluruhan perkara, 233 di antaranya tersebab masalah ekonomi kurang. Sementara penyebab cerai tertinggi kedua adalah karena perselisihan dan pertengkaran, sebanyak 138 kasus.
Selain itu, perceraian karena meninggalkan salah satu pihak sebanyak 46 kasus, karena murtad 29 kasus, diakibatkan KDRT 7 kasus, zina 5 kasus, mabuk dan judi masing-masing 2 kasus, cacat badan dan kawin paksa 2 kasus, dihukum penjara dan poligami masing-masing 1 kasus.
Angka Perceraian di Kepulauan Meranti pada 2021 lebih tinggi
Meskipun begitu, kata Nur, angka perceraian tahun ini turun dari sebelumnya. Pada Januari -Desember 2021, tercatat angka perceraian di Meranti sebanyak 325 perkara. Jumlah cerai talak sebanyak 66 perkara dan jumlah cerai gugat 259 perkara.Adapun penyebab perceraian pada tahun 2021 didominasi perselisihan dan pertengkaran terus menerus sebanyak 202 perkara, meninggalnya salah satu pihak 53 kasus, karena masalah ekonomi 37 kasus, KDRT 17 kasus, dihukum penjara 4 kasus, murtad dan zina masing-masing 2 kasus, mabuk dan madat masing-masing 1 kasus.
Menurut Nur, tingginya perceraian di Kepulauan Meranti sudah selayaknya menjadi perhatian serius Pemerintah dan tokoh agama setempat. Kasus perceraian harus diminimalisir karena berpengaruh pada ketahanan keluarga yang berdampak pada tercetaknya kualitas generasi.
“Ketahanan keluarga tentu sangat berpengaruh pada masa depan bangsa,” katanya.
Komentar